Mengoptimalkan Potensi Siswa melalui Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional di Kelas VII Sumber: Lis Herlina, S.Pd.

Spensa.- Pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ini merupakan dua pendekatan yang semakin menjadi sorotan dalam dunia pendidikan. Keduanya memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan holistik siswa, khususnya di jenjang SMP kelas VII, Siswa pada jenjang kelas VII merupakan siswa yang berada pada fase transisi yang sangat krusial dalam perkembangan kognitif, sosial, dan emosional. Fase transisi tersebut merupakan peralihan dari kelas VI ke kelas VII yang merupakan momen penting bagi siswa dan orangtua, namun merupakan keadaan yang kompleks yang harus dihadapi oleh seorang guru. Penanganan pada masa transisi tersebut harus teliti, telaten, dan ekstra hati-hati, karena di masa tersebut menjadi penentu, tonggak pertumbuhan, penemuan, dan persiapan untuk masa depan.

Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana integrasi pembelajaran berdiferensiasi dan PSE dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung perkembangan sosial-emosional siswa.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah teknik pengajaran yang menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan individual setiap siswa. Sementara itu, pembelajaran sosial dan emosional (PSE) adalah proses pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kompetensi sosial dan emosional siswa.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan PSE ini di lakukan di kelas VII.1 pada Mata Pelajaran IPA dengan guru Pembimbingnya Lis Herlina, S.Pd. Strategi pengajaran yang dirancang untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar siswa yang berbeda-beda. Di kelas VII, siswa datang dengan beragam latar belakang kemampuan akademik, pengalaman, dan kecepatan belajar. Perbedaan ini bisa jadi lebih mencolok dibandingkan di kelas-kelas sebelumnya, karena mereka mulai menghadapi tantangan kurikulum yang lebih kompleks dan mendalam.

Komponen Utama dalam Pembelajaran Berdiferensiasi di antaranya :

  1. Konten: Menyesuaikan materi yang diajarkan agar sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Misalnya, guru dapat memberikan materi yang lebih sederhana bagi siswa yang masih memerlukan penguatan konsep dasar, sementara siswa yang lebih mampu bisa diberikan tantangan yang lebih tinggi untuk mengeksplorasi topik lebih dalam.
  2. Proses: Cara belajar siswa bisa berbeda-beda. Sebagian siswa mungkin lebih suka belajar secara mandiri, sementara yang lain lebih efektif dalam kerja kelompok atau melalui aktivitas hands-on. Guru dapat memberikan berbagai pilihan cara belajar untuk mencapai tujuan yang sama.
  3. Produk: memberikan kebebasan kepada siswa dalam cara mereka mengekspresikan pemahaman mereka. Beberapa siswa mungkin lebih suka menulis esai, yang lain bisa mempresentasikan proyek, atau bahkan membuat karya seni yang menggambarkan konsep yang dipelajari.



Di SMP kelas VII, pembelajaran berdiferensiasi bisa diaplikasikan dengan lebih kreatif. Guru dapat menggunakan teknologi, proyek berbasis masalah, atau studi kasus untuk menantang siswa di berbagai tingkat kemampuan mereka. Misalnya, dalam pembelajaran IPA, siswa dapat diberikan pilihan untuk membuat model ekosistem sederhana atau melakukan penelitian mendalam tentang keanekaragaman hayati.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) berfokus pada pengembangan keterampilan seperti kesadaran diri, pengelolaan emosi, keterampilan sosial, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Di tingkat SMP, Khususnya kelas VII, siswa berada dalam tahap perkembangan di mana mereka mulai mencari identitas diri dan menghadapi perubahan fisik serta emosional yang signifikan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk tidak hanya fokus pada pembelajaran akademik, tetapi juga pada kesejahteraan emosional siswa.

Komponen PSE yang peling penting di antaranya, kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial,  pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Pembelajaran berdiferensiasi dan PSE saling melengkapi dalam membentuk siswa yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Saat guru merancang pembelajaran yang beragam sesuai kebutuhan siswa, mereka sekaligus memperkuat keterampilan sosial-emosional siswa melalui interaksi yang lebih intens dan bermakna. (Penulis adalah guru calon guru penggerak, SMPNegeri 1 Kota Bima.)