Drumband SMPN 1 Kota Bima Meriahkan Festival Rimpu Mantika 2024

Kota Bima, Spensa.- Untuk menyukseskan event Festival Rimpu Mantika, Sabtu (27/04/2024) pagi, yang dihajadkan oleh Pemerintah Kota Bima sebagai rangkaian dari perayaan hari ulang tahun Kota Bima yang ke 22 tahun, SMP Negeri 1 Kota Bima mengerahkan 100 orang guru dan pegawai dengan melibatkan 915 orang  peserta didiknya. Untuk lebih menyemarakkan suasana Rimpu Mantika yang diikuti oleh 70.000 peserta rimpu tersebut, SMP Negeri 1 Kota Bima menurunkan pasukan drumbandnya dengan mengenakan pakaian kebesaran drumbandnya yang dimodifikasi dengan rias busana bernuansa budaya Bima (Mbojo). 

Dengan mengambil garis star di ujung barat RTH Taman Ria Kota Bima, seluruh peserta bergerak menuju garis finish di lapangan Merdeka Bima (Lapangan Sarasuban). Seluruh barisan peserta yang terdiri atas muspida, organisasi PKK, dharma wanita, GOW, ASN per unit kerja, pelajar (SD/SMP, SMA/MTs/MA) negeri swasta dan seluruh mahasiswa dari perguruan tinggi yang ada di Kota Bima dan Kabupaten Bima. 

Tahun ini, peserta dari guru dan pegawai SMP Negeri 1 Kota Bima mengenakan rimpu dan sarung sanggentu untuk bawahannya, pakaian seragam tenunan ikat biru bagi perempuan, sedangkan bagi laki-laki mengenakan sarung katente setengah, celana panjang warna gelap, sambolo, dan seragam busana tenunan ikat biru. Sedangkan untuk peserta didiknya seragam putih-putih dengan mengenakan rimpu dan sanggentu bagi siswi dan sambolo serta katente tembe bagi siswanya. 

Rimpu merupakan pakaian busana muslimah Mbojo/Bima untuk menutup aurat. Dalam tata cara rimpu, wanita Bima menggunakan 2 lembar kain sarung tenunan khas Bima yang biasa disebut dengan ‘tembe nggoli’ yaitu kain sarung yang ditenun melalui kerajinan tangan rumha tangga menggunakan benang nggoli. 

Dari 2 kain sarung  tersebut, 1 kain sarung digunakan untuk sanggentu yaitu sebagai bawahan untuk menutup aurat dari bawah dada hingga kaki. Cara mengenaan sarung untuk bawahannya bagi perempuan disebut dengan ‘sanggentu’. Sedangkan satu lagi digunakan untuk menutup kepala dan wajah (bagi gadis) dan diulurkan ke bawah dada. Sehingga perempuan Bima terkesan sangat menjaga auratnya sejak zaman dahulu kala. 

Sedangkan laki-laki Bima sejak zaman dahulu mengenakan sarung yang dililitkan dari perutnya hingga di atas mata kaki. Cara mengenakan kain sarung seperti itu lebih dikenal dengan istilah ‘katente’ tembe. Dan laki-laki Bima selalu mengenakan penutup kepala yang dikenal dengan ‘sambolo’ dan bagi masyarakat Melayu lebih dikenal dengan ‘tanjak’. (humas)