Ternyata Ini Sebabnya Siswa Tidak Mau Kerjakan Tugas
Kota Bima, Spensa.- Beberapa guru mengeluhkan betapa repotnya mengajak peserta didik untuk mengerjakan tugas atau kegiatan yang bersifat mandiri. Jumlah peserta didik yang tidak mau mengerjakan tugas tersebut hampir setengah dari jumlah siswa yang ada dalam ruang kelas itu. Walaupun ditagih-dan ditagih setiap kali pertemuan tatap muka, tetap saja mereka tidak mengerjakan tugas. Alasannya beragam, ya karena tidak tahu, lupa, buku latihannya hilang, malas dan sebagainnya. Benarkah alasan itu sebagai sumber atau akar masalah yang dihadapi oleh peserta didik, sehingga mereka enggan untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan oleh gurunya?
Dalam ilmu pendidikan, ada dikenal satu ungkapan “tidak ada murid yang bodoh, yang ada adalah guru yang bodoh.” “Tidak ada murid yang malas, yang ada adalah gurunya yang malas.” “Tidak ada murid yang tidak berminat untuk belajar, yang ada adalah guru yang tidak mampu membangkitkan minat belajar murid.” “Tidak ada murid yang kehilangan semangat belajar, yang ada adalah guru yang tidak bersemangat mengajar dan mendidik.”
Faktor utama yang menyebabkan murid tidak mengerjakan tugas-tugas dari gurunya adalah bersumber dari gurunya sendiri. Beberapa faktor penyebab siswa tidak mengerjakan tugas tepat waktu adalah (1) tingkat kesukaran tugas yang diberikan oleh gurunya terlalu sulit bagi siswa yang bersangkutan. Mestinya, sebelum guru memberikan tugas atau kegiatan individual kepada peserta didik, guru harus memastikan bahwa semua muridnya tanpa kecuali telah memahami benar topik yang telah dijelaskan, prosedur yang kegiatan yang dibebankan, dan format kegiatan yang harus diisi dan diselesaikan oleh muridnya. Setiap murid berbeda kompetensi pengetahuannya dan keahlian atau keterampilannya (skill). Oleh sebab itu guru harus melakukan croscek benarkah semua peserta didik di kelas itu telah memahami benar topik tugas dan cara mengerjakan tugas-tugas tersebut. (2) waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut terlalu sedikit atau waktunya tidak cukup. (3) bisa jadi, tugas yang diberikan melebihi dari batas-batas kemampuan dan kesanggupan murid yang bersangkutan walaupun bagi murid yang lain dalam kelas itu justru mengganggap tugas-tugas itu biasa-biasa saja. (4) tugas yang diberikan terlalu banyak karena bukan hanya mata pelajaran A saja harus diselesaikan tugasnya, melainkan 10 mata pelajaran ada semua tugas dari gurunya masing-masing. Mungkin juga tugasnya terlalu panjang seperti menyusun teks pidato 5.000 kosakata, menulis pengalaman hidup sehari-hari 3.000 kosakata. Tentu itu memang terlalu panjang. Padahal mestinya, bukan panjang atau pendeknya yang menjadi standar, melainkan dapatkah siswa memahami, mengetahui cara menyusun teks pidato dengan menggunakan kerangka pidato yang baku, atau menyusun pengalaman hidup sehari-hari dengan mengikuti urutan struktur teks narasi seperti ada bagian orientasi (pendahuluan), isi, dan pesan terakhir sebagai pesan moralnya (penutup). (5) bisa jadi selama ini gurunya tidak pernah memberikan reward kepada siswa yang menyetor tugas tepat waktu, dan tidak pernah memberikan sanksi mendidik kepada siswa yang tidak menyetor tugasnya. (6) tidak pernah menerapkan konsekwensi kepada muid yang tidak menyetor tugas, yang tidak pernah menyetor tugas, dan yang tidak menyetor tugas tepat waktu. Hukuman bagi mereka yang dianggap lalai, bukan hukuman fisik melainkan hukuman yang bersifat mendidik seperti mengurangi skor, menurunkan nilainya, atau hukuman berupa mereka diminta untuk duduk melantai di depan kelas, sambil mengerjakan tugasnya hingga selesai, atau hukuman apalah yang tidak masuk dalam kategori membully siswa tetapi hukuman itu tetap berorientasi pada “siswa harus mengerjakan dan menyelesaikan tugas tersebut.” Jika muridnya masih juga “tidak mengerjakannya” maka guru wajib kembali pada point (1) bahwa topik tugas yang diberikan memang sulit untuk dikerjakan oleh siswa yang bersangkutan. Akar masalah munculnya kesulitan itu mungkin dari faktor guru bahwa muridnya memang belum memahami benar topik tugas yang diberikan dan cara menyelesaikannya. Jika ini yang menjadi sumber masalahnya, maka guru wajib kembali pada awal yaitu menjelaskan secara khusus kepada siswa tersebut tentang topik dan prosedur kerja dengan bahasa yang lebih sederhana, suara dan intonasi yang pelan-pelan dan tenang, serta menggunakan contoh-contoh yang lebih konkrit, dan lebih dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari. Jika guru tetap saja melanjutkan pada topik berikutnya, sementara sebagian atau masih ada siswa yang belum memahami topik yang pertama, maka akan muncul satu kelompok siswa atau satu siswa yang masuk kategori “belum tuntas belajarnya,” dan tugas guru kembali lagi ke awal yaitu mengajarkan murid itu melalui program remedial. (humas)