Nurhaerani Persembahkan “Tari Lopi Penge” Sebagai Kado P5 dari Kelas VII.7
Kota Bima, Spensa.- Pelaksanaan program Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) SMP Negeri 1 Kota Bima paket 2 pada semester ganjil ini bakal heboh. Proyek P5 yang dirancang oleh para Pembina P5 khususnya rombongan belajar (rombel) kelas VII serentak menggarap seni budaya lokal nusantara yaitu pilihan wajib Seni Tari Lokal Budaya Asli Bima dan pilihan kedua Tarian Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia.
Rombel kelas VII.7 kelompok penari putrinya memilih “Tari Lopi Penge” di bawah binaan guru program P5 Nurhaerani, S.Pd. Tarian Lopi Penge merupakan tarian yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Bima dan Nusa Tenggara Barat. Melalui sentuhan lembut ibu guru cantik yang akrab disapa dengan Bu Rani ini, para penari putri tidak membutuhkan waktu lama untuk menguasai gerakan lembut yang mewarnai Tarian Lopi Penge yang diiringi lagu “Lopi Penge” yaitu lagu asli masyarakat Bima yang sering dinyanyikan saat acara pesta pernikahan, dan dinyanyikan oleh para nelayan di tengah yang sedang mencari ikan.
Berdasarkan Kamus Bahasa Mbojo (Bima), kata “Lopi” mengandung arti ‘perahu’ atau ‘biduk’. Sedangkan kata “Penge” ibarat seseorang yang sedang dimabuk rindu. Jadi, di dalam syair lagu “Lopi Penge” menceritakan tentang seseorang yang sedang merindukan kekasihnya, tetapi apa yang dirajut dan diimpikannya selama ini hancur berantakan tiada tersisa setetes harapanpun untuk ditunggu lagi.
Lagu yang mengisahkan hancur leburnya cinta kasih itu seperti hancurnya sebuah perahu yang dihantam badai dan gelombang, pecah berkeping-keping sehingga tiada sedikit pun untuk menjadi pijakan hidup. Kedekatan cinta kasih yang dirajut, yang dianyam selama ini semuanya bagaikan kain yang telah ditenun tetapi benangnya berurai kembali. Orang yang dikasih telah pergi tiada pernah pulang lagi, nama yang sering diingat tiada lagi bisa dipanggil-panggil lagi. Inilah syair lagu Lopi Penge itu yang terkenal itu:
Lele lopi
ai lopi penge
na wa’ura lelo
ba ra tonda kalai
lelena lopi
ai lopi penge
wa’ura mpoi mbora ro mbi’a sambura
au wea di to labo la wua
lopiku malea ba lapi adeku malai
ngina ra ngana
na wa’ura ncengga ra ncangga
ne’e diru’una wa’ura mbora sara’a
e e au le ala wali di au
ala wali ala wali di au
ti wara dou dou di ou
Itulah lirik lagu Lopi Penge yang merupakan ratapan hati sang pecinta kekasih terputus dan hanya mendapatkan harapan yang hampa. Biduk yang mesti berlabuh dengan selamat, justru hancur berkeping-keping. Lagu Lopi Penge dinyanyikan oleh nelayan yang pergi merantau yang merindukan kampung halamannya. Dan lagu ini lebih sering terdengar dengan suara sayup-sayup di tengah laut baik siang maupun malam dinyanyikan oleh para nelayan yang mencari ikan. Dia menyanyikan lagu itu untuk melepaskan rasa rindunya pada anak dan isterinya yang ditinggalkan di darat. Kadang dalam hati mereka terbesit rasa khawatir akan adanya sesuatu yang akan terjadi di tengah samudera itu. Untuk mengobati rasa rindunya dan menutupi kekhawatirannya di tengah laut itu, mereka pun mulai menyanyikan lagu Lopi Penge dengan lirikan yang diulang-ulang tanpa musik. (humas)